Misteri di Balik Batu Lohe Selayar

Batu Lohe Selayar ini terletak di Batu Lohe, yang berada pada pantai timur berpasir putih yang berada dalam Dusun Balang Butung, Desa Balang Butung

www.itusaya.com/Pulau Selayar memang penuh dengan sesuatu yang mengagumkan, tak hanya keindahan panorama baharinya namun Selayar punya segudang keindahan yang lain. Salah satu diantaranya yakni Batu Lohe Selayar.

Batu Lohe Selayar ini terletak di Batu Lohe, yang berada pada pantai timur berpasir putih yang berada dalam Dusun Balang Butung, Desa Balang Butung, Kecamatan Buki Kabupaten Selayar Sulawesi Selatan. Batu ini masuk dalam bukti sejarah pada zaman purba hingga ke zaman VOC.

Menurut cerita tutur warga setempat dengan berdasarkan penuturan dari nenek moyang mereka, bahwa zaman dahulu Batu Lohe itu merupakan pelabuhan teramai yang menghubungkan antara Papua, Buton, Labuang Bajo, Larantuka (NTT) dengan Gowa – Makassar, Teluk Bone, Selat Banda, hingga Surabaya ataupun kota-kota lain di Sumatera.

Pelabuhan ini pula sebagai kawasan perlindungan bagi para nelayan dan pelaut jika dalam perjalanannya mengarungi Samudra Hindia tiba-tiba diterjang badai topan. Menurut warga, mereka bahkan sering membuat pemukiman ataupun tenda-tenda darurat untuk menanti musim badai (musim barat dan timur) berlalu. Setelah kedua musim tersebut reda, barulah para pelaut melanjutkan perjalanannya menuju ke tujuan masing-masing.

Penuturan warga ini pun cukup beralasan, karena disisi kanan pantai pasir putih yang panjang sekitar 500 meter, merupakan kawasan palung, kedalamannya tak terkirakan sehingga airnya pun berwana biru kehitam-hitaman. Sehingga dianggap cocok untuk bersandar kapal-kapal ukuran besar, utamanya kapal-kapal dengan daya angkut ratusan ton.

Sedangkan pada zona pesisirnya, merupakan daerah yang sedikit landai, sangat cocok untuk membuat perkemahan, dan lebih ke arah daratan lagi terdapat perkebunan kelapa yang sering kali digunakan para pengunjung untuk menikmati ikan bakar dengan air kelapa muda.

Sementara di sebelah kiri (utara) ada pula batu yang seolah-olah terpisah dari laut dan daratan. Orang Balang Butung menyebut batu feri, karena batu tersebut menyerupai bentuk kapal feri. Malah ada mitos yang berkembang bahwa sebenarnya itu bukan batu alam, tapi awalnya sebuah kapal besar kemudian terdampar dan mendapat kutukan akhirnya berobah menjadi batu.

Batu kapal ini memiliki panjang sekitar 15 meter, diamternya 5 meter, tinggi 20-an meter. Setiap pelancong yang datang ke kawasan ini, belum lengkap rasanya kalau belum mendaki batu kapal ini. Dan dari atas ketinggian, dapat melihat daratan besar Sulawesi Selatan dengan warna kehijauan yang menyatu dengan khaki langit.

Disebelah kiri batu kapal, dengan jarak sekitar 100 meter, disitulah terdapat tulisan mandarin yang hingga kini masih kokoh menantang setiap gelombang dan matahari pagi. Dan tak jauh dari dinding bertuliskan ini, juga disebelah kirinya (masuk ke daratan), merupakan kawasan yang subur dengan sumber air tawar.

Dengan adanya sumber air tawar tersebut, maka semakin menguatkan dugaan bahwa kawasan Batu Lohe adalah pelabuhan transit masa silam para pelaut-pelaut nusantara. Pelabuhan badai, karena memang khusus digunakan jika menghindari badai atau musim barat dan timur.

Batu Lohe juga dapat disebut Pelabuhan Dinasti Ming, karena di dasar laut di depan pantai pasir itu diperkirakan sebuah kapal milik Dinas Ming China karam disitu sehingga setiap saat penduduk dapat memungut benda-benda berharga yang terbawa arus ombak ke pantai. Apalagi diperkuat dengan adanya tulisan China yang melekat pada dinding karang.

Pada batu ini teman-teman bisa melihat sebuah ukiran atau pahatan aksara mandarin yang telah berusia ratusan tahun silam. Ukiran-ukiran yang terpampang pada batu ini, tentu menyimpan nilai yang begitu berharga. Ketika teman-teman berkunjung ke tempat ini, mungkin teman-teman nyaris tak percaya ketika menyaksikan pahatan “hidup” yang seakan-seakan baru terjadi lima tahunan lalu. Namun siapa sangka bahwa pahatan ini sudah terukir dari ribuan tahun lalu.

Secara akal memang sulit untuk diterima karena tulisan yang menempel pada batu yang begitu kokoh seolah tak terpengaruh dengan hembusan ombak dan gelombang yang terus menamparnya. Dari sinilah sehingga ada yang beranggapan bahwa ukiran-ukiran ini terbentuk secara alami karena pengaruh hentakan ombak dan gelombang pasang yang membuatnya terbentuk sepeti batu yang telah dipahat.

Kalau pun begitu namun kenapa hanya pada tempat (pada dinding) karang itu, yang kira-kira panjangnya hanya sekitar 2 – 3 meter, demikian juga dengan tinggi karang yang menjadi tempat melekatnya tulisan sekitar 4 meter.

Belum ada jawaban yang pasti dari terbentuknya ukiran-ukiran ini, sehingga sampai saat ini masih menjadi misteri di tengah masyarakat. Yuk, berkunjung kesini biar rasa penasarannya dapat terobati !

IS Media menggunakan cookie untuk menawarkan dan memastikan pengalaman menjelajah yang lebih baik. Selengkapnya!